Rabu, 11 Agustus 2021

Sri Sultan HB IX dan Pramuka

 Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, HamengkubuwonoIX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung.


Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda ”SultanHenkie”. Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panotogomo Kholifatulloh Ingkang Kaping Songo”.


Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”. Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.


Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.


Sejak muda, beliau sudah aktif dalam organisasi pendidikan kepanduan. Menjelang tahun 1960-an, beliau telah menjadi Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan). Presiden RI saat itu, Soekarno, berulang kali berkonsultasi dengan Sri Sultan mengenai penyatuan organisasi kepanduan, pendirian gerakan pramuka, dan pengembangannya. Pada 9 Maret 1961, dibentuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka oleh Presiden Soekarno. Panitia ini terdiri dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, dan Achmadi. Keempat orang inilah yang mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan terbitnya Keputusan Presiden RI No. 238 Tahun 1961.


Berbagai gerakan kepanduan yang ada di Indonesia akhirnya melebur menjadi satu dalam organisasi pramuka yang resmi berdiri pada 14 Agustus 1961. Pramuka diambil dari kata Poromuko, yang berarti prajurit yang terdepan dalam suatu peperangan. Pramuka sendiri melekat pada singkatan “Praja Muda Karana” yang berarti jiwa muda yang suka berkarya.


Sri Sultan Hamengkubuwana IX pun ditunjuk sebagai Ketua Kwarnas dan Wakil Ketua I Mapinas (Ketua Mapinas adalah Presiden RI). Beliau menjabat selama empat periode berturut, sejak 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970, dan 1970-1974 selama 13 tahun. Tak hanya itu saja. Janji pramuka yang dikenal sebagai Tri Satya Pramuka dan 10 aturan yang harus dipenuhi anggota pramuka, Dasa Dharma Pramuka, juga ditetapkan dan mulai diperkenalkan sejak resminya organisasi pramuka nasional ini.


Seragam pramuka di Indonesia sendiri ditetapkan dengan warna coklat muda untuk atasan dan coklat tua untuk bawahan yang melambangkan elemen air dan tanah. Pramuka pun sejak itu diajarkan ke berbagai sekolah dan menjadi salah satu gerakan pendidikan yang dikenal sejak dini. Pramuka memiliki 4 tingkatan yang diatur berdasarkan usia. Pramuka Siaga untuk anggota berusia 7-10 tahun, Pramuka Penggalang untuk usia 11-15 tahun, Pramuka Penegak untuk usia 16-20 tahun, dan Pramuka Pandega untuk usia 21-25 tahun. Keberhasilan beliau membangun Gerakan Pramuka dalam masa peralihan dari “kepanduan” ke “kepramukaan” mendapat pujian hingga ke luar negeri. Ia pun dianugeragi Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) di tahun 1973. Bronze Wolf Award ini sendiri adalah penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari WOSM kepada orang-orang yang berjasa besar dalam pengembangan kepramukaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar